Tuesday, May 29, 2012

Jangan Sedih, Teman

Cerita ini berdasarkan kisah nyata. Tapi nama dan beberapa bagian saya samarkan demi kepentingan bersama.

Sebut saja dia Budi. Dia teman saya. Partner kerja lebih tepatnya. Yang namanya partner kerja, 5 hari dalam seminggu bertemu, pasti ada clash dan kesalahpahaman satu sama lain urusan pekerjaan. Debat - debat kecil sampai ribut diem - dieman semua lengkap sudah pernah kita lewatin sebagai partner. Tapi di luar itu semua, saya akui, dia partner terbaik saya selama saya terjun di dunia kerja. Teman yang helpful, rajin berdoa, dan tidak pernah sombong.

Kalau kami lembur dan waktu sudah menunjukkan 'angka kecil' mendekati mentari terbit, omongan kami sudah mulai menuju bermacam - macam topik. Semua ungkapan hati dikeluarkan, mulai dari keluarga, pekerjaan, pasangan, ah banyak lah.

Baru - baru ini, Budi sedang diberi cobaan berat oleh Allah. Istrinya yang sudah sakit hampir dua tahun ini, dipanggil untuk selama - lamanya oleh Allah. Saya saksi bagimana perjuangan dia memberikan pengobatan terbaik untuk istrinya. Mulai dari menjadi sosok yang lembut sampai jadi galak hanya supaya istrinya mau makan dan makan obat. Resiko dibenci pun dia lewati, semata - mata menginginkan hasil terbaik untuk istrinya. Tapi ternyata jalan Allah tidak seusai keinginan manusia. Allah jauh lebih sayang dan menginginkan istri Budi berada di sisi-Nya.

Belum habis air mata Budi. Budi berubah menjadi sosok lain yang berbeda dari Budi yang saya kenal. Bukan perubahan negatif sih, tapi saya tetap khawatir. Budi jadi sosok yang tegar dan kuat. Bahkan ketika saya bertemu dengannya, saya yang menangis, merasakan kesedihan melalui cerita yang selama ini dia bagi. Entah sudah habis air matanya, atau sudah ikhlas atas musibah yang dia terima (saya harap yang kedua). Saya khawatir, kuat ini hanya sesaat dan jadi drop sedalam - dalamnya jika dia tidak bisa menahan lagi suatu saat nanti. Tapi mudah - mudahan kekhawatiran saya ini tidak menjadi kenyataan karena dia masih harus hidup dan semangat demi anak semata wayangnya yang cantik itu.

Ya, sebut juga dia Putri (bukan nama sebenarnya). Putri anak yang cantik. Di usianya yang masih 2 tahun, tentu saja dia belum mengerti benar kesedihan ditinggal seorang ibu. Saya tidak bisa bayangkan jika saya menjadi dia. Bagaimana dia nanti tumbuh besar menjadi gadis, lalu wanita, tanpa ibu yang mendampingi. Tapi saya yakin Budi bisa mengatasinya melalui support keluarga yang lain. Budi orang yang kuat kok.

Seminggu dari kepergian sang istri sudah berlalu, hari ini seperti biasa, Budi membagi cerita ke saya melalui sebuah instant message. Dia cerita bahwa kemarin dia baru memeriksakan Putri ke dokter. Sudah bisa menebak arah cerita ini? Ya, Putri ternyata juga mengidap sakit yang sama dengan ibunya dulu. Sakit yang didapat karena penularan. Dan sekarang ini Putri harus menjalani perawatan intensif selama beberapa bulan ke depan.

I'm speechless.

Diluar itu semua saya yakin Tuhan punya jalan cerita yang kita semua tidak akan menyangka. Yang jelas jalan itu ke arah yang baik, karena Tuhan tidak akan memberi diluar batas kemampuan hamba-Nya. Apalagi Budi yang saya kenal adalah sosok yang tidak pernah meninggalkan ibadah. Melebihi siapapun yang pernah saya kenal di sekitar saya.

Di sisi lain, saya langsung berkaca ke diri saya sendiri. Apa yang selama ini sudah saya alami? Diberi masalah sedikit pun saya sudah mengeluh. Yang Budi alami, itu baru adalah masalah. Yang saya alami belum ada seujung kuku dari masalah dia. Dan buat saya ingat selalu kata - kata Bei, si gendut, "ketika kamu diberi masalah dan kamu langsung mengeluh, saat itu juga Tuhan tau kamu gagal atas ujian yang Dia beri. Dan jangan heran kalau selanjutnya akan ada masalah yang persis sama lagi menanti untuk kamu lalui. Sampai Tuhan rasa kamu sudah berhasil melewatinya dengan baik".

Jangan sedih, teman. Kamu orang yang baik, percaya, Tuhan pasti akan memberi yang baik juga untuk kamu.

Dan buat siapapun yang membaca ini, meskipun kalian tidak mengenal Budi, mohon bantu doanya ya untuk Budi. It will mean a lot for him.

No comments:

Post a Comment